Sulitnya Mencari Kejujuran
Saudaraku!
Pernahkah anda membeli buah-buahan atau sejenisnya di dalam kereta atau
di dalam bis kota…? Bila pernah, mungkin anda juga pernah merasa betapa
kecewanya batin anda ketika mengetahui bahwa barang yang anda beli
tidak sesuai dengan yang anda harapkan…?
Pengalaman tersebut
hanyalah salah satu bukti nyata dari perlakuan para pedagang yang
batinnya hampa dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan
materi menjadi tujuan utamanya, sehingga ia menempuh segala cara untuk
mendapatkannya.
Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah Subhanahu Wata’ala
telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda
berbagai syari’at luhur yang suci dalam segala aspek kehidupan anda,
termasuk dalam urusan perniagaan.
Syari’at Islam mengajarkan kita
untuk selalu berlaku jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir
kejujuran tersebut dapat menghasilkan keuntungan namun hakikatnya
kerugian akan menimpa diri kita sendiri.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء
لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن
يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ
تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ
فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.
“Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135).
Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan : “Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah Subhanahu Wata’ala
kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak
sepantasnya bagi seorang mu’min untuk meninggalkan kebenaran dan mudah
terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya
saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad, guna
memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai
keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala. Bila ketulusan niat ini
telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya-pun
benar, adil dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan
kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman,
walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri.
Bila hal itu terjadi, maka Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah Subhanahu Wata’ala pasti
memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap
problematikanya. Demikianlah kepribadian orang-orang yang benar-benar
beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai
perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan
dalam segala aspek kehidupannya.” (Tafsir Ibnu Katsir : 2/433).
Dalam riwayat Muttafaqun Alaihi. Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam bersabda :
عن
عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم:
عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال
الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب
يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى
الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه
“Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu ia menturkan, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam
bersabda: ‘Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena
sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya
kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu
berbuat jujur serta senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya
ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan
berhati-hatilah kalian dari perbuatan dusta, karena sesungguhnya
kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan
akan membimbing kepada neraka. Serta senantiasa seseorang berbuat dusta
dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah
sebagai pendusta.”
Sehingga tidak heran bila syari’at Islam
menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa
terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:
يا
معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم
وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة
فجارا، إلا من اتقى
الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai para pedagang!” Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah Shallallhu A’alaihi Wasallam,
mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu
beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak
pada hari kiamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang
bertaqwa kepada Allah Ta’la, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan
hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah
menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang
dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya
dengan sumpah palsu atau dengan yang serupa. Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam
memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau
mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari
hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa
jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336).
Dengan
demikian, sudah selayaknyalah kita sebagai orang yang beriman,
senantiasa mengindahkan prinsip dalam perniagaan dan senantiasa
berpegang teguh terhadap kebenaran yang telah kita ketahui bersama.
Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam bersabda :
عن
حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان
بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما
محقت بركة بيعهما. متفق عليه
“Dari sahabat Hakim bin Hizam Radiyallahu A’nhu dari Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam,
beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli, masing-masing
memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku
jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya,
dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan
dihapuskan keberkahan penjualannya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dari hadits ini, Ibnu Hajar Al ‘Atsqalany
menarik suatu kesimpulan: “Pada hadits ini terdapat suatu petunjuk
bahwa kehidupan dunia tidaklah akan dapat dicapai dengan sempurna
kecuali dengan perantaraan amal shaleh. Dan bahwasannya petaka perbuatan
maksiat akan menyirnakan seluruh kebaikan dunia dan akhirat.” (Fathul Bary oleh Ibnu Hajar Al Atsqalany 4/311).
Saudaraku!
Manisnya harta dan gemerlapnya, keuntungan yang berlimpah, memang
begitu menggiuarkan. Tidak heran bila liur umat manusia senantiasa
menetes tatkala menyaksikan peluang mengeruk keuntungan terbuka
lebar-lebar. Sehingga bisa saja derasnya godaan harta ini menjadikan
anda hanyut dan lupa daratan. Hanya keimanan anda kepada Allah dan hari
akhirlah yang mampu membendung arus ambisi dan keserakahan dunia.
Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam Bersabda :
وَإِنَّ
هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى
حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ،
كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ. متفق عليه
“Sesungguhnya
harta kekayaan itu terasa begitu manis. Barang siapa yang
mendapatkannya denga cara-cara yang benar dan dibelanjakan di jalan yang
benar, maka harta itu adalah sebaik-baik pembantu baginya. Sedangkan
orang yang mendapatkannya dari jalan yang tidak benar, maka ia bagaikan
orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang.” (Muttafaqun ‘alaih). Redaksi.
sumber : hasmi
..:: Wallahu A’lam ::..