Menutup Aurat. Apakah Ada Musimnya ?
Jika
melihat berbagai berita infotainment dari kalangan selebriti, kita akan
jumpai para artis mulai sadar untuk tidak buka-bukaan aurat, contohnya
di bulan suci yaitu bulan Ramadhan. Banyak diantara mereka yang
mengatakan: “Saya mau berpakaian tidak ketat lagi ah…! di bulan suci”,
kira-kira seperti itu penuturan sebagian artis. Ada juga yang mulai
sadar bukan karena niatan ingin jadi baik, namun berhubung karena ada
orderan sehingga ia pun harus berbusana religi (Relizi). Namun
sayangnya, selepas itu semua, aurat pun kembali diumbar. Sungguh sayang
seribu sayang, ibadah seakan-akan menjadi musiman saja.
Para
Muslimah yang semoga dirahmati Allah, perlu anda ketahui bahwa kewajiban
berjilbab itu adalah setiap saat. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, dalam surat Al-Ahzab ayat 54 yang artinya :
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Suatu
perkara yang dikatakan wajib, tentu saja bukan hanya dikenakan musiman.
Sebagaimana halnya sholat, jika diperintahkan dan itu wajib, tentu saja
diwajibkan setiap saat dan bukan hanya satu waktu. Renungkanlah ini
semua!
Dan tahukah anda wahai Muslimah, bahwasanya tidak menutup aurat adalah suatu dosa yang sangat besar.
Sebagaimana
diterangkan oleh ayat Al-Qur’an, pada surat Al-Ahzab ayat 59 tersebut
adalah, bahwa aurat wanita muslimah adalah seluruh tubuhnya. Lantas apa
akibatnya jika yang ditampakkan adalah aurat yang ada pada diri mereka?
Sebagaimana kita lihat, kelakukan sebagian wanita yang sudah lepas
keindahan sifat malu pada diri mereka, mereka masih memamerkan rambut
yang elok dan paha. Padahal telah Disebutkan dalam sebuah hadits dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Ada
dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu
kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan
para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berpaling dari ketaatan dan
mengajak lainnya untuk mengikuti mereka, kepala mereka seperti punuk
unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak
akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian
dan sekian”. (HR Muslim no 2128).
Dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Wanita-wanita
yang berpakaian tetapi telanjang, yang berjalan berlenggak-lenggok guna
membuat manusia memandangnya, mereka tidak akan masuk surga dan tidak
akan mendapati aromanya. Padahal aroma Surga bisa dicium dari jarak 500
tahun”.
Kaum Muslimah yang semoga dirahmati oleh Allah. Para
ulama ketika menjelaskan apa yang dimaksud dengan wanita yang berpakaian
tetapi telanjang, mereka maksudkan adalah wanita yang menutup sebagian
badannya, dan menampakkan sebagiannya. Artinya, wanita seperti ini
auratnya terbuka. Contohnya saja adalah wanita yang berpakaian rok mini,
atau menampakkan keelokan rambutnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa
maksud wanita berpakaian tetapi telanjang, adalah memakai pakaian yang
tipis sehingga terlihat warna kulitnya.
Sungguh, sifat-sifat
wanita semacam ini sudah banyak kita temukan di akhir zaman. Bahkan
sungguh mereka tidak punya rasa malu lagi untuk menampakkan auratnya.
Padahal perbuatan ini adalah dosa besar, karena di akhir-akhir hadits
sampai diancam tidak akan mencium bau surga. Apalagi jika perbuatan ini
dilakukan public figure, tentu saja ancamannya lebih parah
karena perbuatannya dicontoh orang lain. Dan setiap perbuatan dosa yang
dicontoh orang lain, tentu saja orang yang beri contoh akan menanggung
dosanya pula. Allah Ta’ala telah berfirman,
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ
“Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. (QS Yasin : 12)
Maksud ayat ini adalah, Allah Ta’ala
akan mencatat setiap amalan yang dilakukan oleh seorang hamba, dan
bekas-bekas dari amalannya yang berpengaruh pada yang lainnya. Artinya,
jika amalan kebaikan yang ia diikuiti oleh orang lain, maka itu akan
dicatat sebagai kebaikan baginya pula. Begitu pula yang terjadi jika
kejelekan yang ia lakukan diikuti oleh orang lain. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Barangsiapa
melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang
mengikutinya, dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka
peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu
diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal
dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun” (H. Muslim no 1017)
Mungkin
Berbagai alasan sering dikemukakan oleh para wanita yang masih enggan
berjilbab. Beberapa alasan mereka diantaranya adalah :
– Yang pentingkan hatinya dulu yang dihijabi.
Alasan
semacam ini sama saja dengan alasan orang yang malas sholat lantas
mengatakan, “Yang penting kan hatinya.” Inilah alasan orang yang punya
pemahaman bahwa yang lebih dipentingkan adalah amalan hati, tidak
mengapa seseorang tidak memiliki amalan badan sama sekali. Inilah
pemahaman aliran sesat “Murji’ah” dan sebelumnya adalah “Jahmiyah”. Ini
pemahaman keliru, karena pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Din dan Islam itu adalah perkataan dan
amalan, yaitu perkataan hati, perkataan lisan, amalan hati, amalan lisan
dan amalan anggota badan. Jadi tidak cukup iman itu dengan hati, namun
harus dibuktikan pula dengan amalan.
- Atau-pun ada yang mengatakan, Bagaimana jika berjilbab namun masih menggunjing.
Alasan
seperti ini pun sering dikemukakan. Perlu diketahui, dosa menggunjing
(ghibah) itu adalah dosa tersendiri. Sebagaimana seseorang yang rajin
sholat malam, boleh jadi dia pun punya kebiasaan mencuri. Itu bisa jadi.
Sebagaimana ada kyai/ustadz pun yang suka menipu. Ini pun nyata
terjadi.
Namun tidak semua yang berjilbab punya sifat semacam itu.
Lantas kenapa ini jadi alasan untuk enggan berjilbab?. Perlu juga
diingat bahwa perilaku individu tidak bisa menilai jeleknya orang yang
berjilbab secara umum. Bahkan banyak wanita yang berjilbab dan akhlaqnya
sungguh mulia. Jadi kewajiban orang yang hendak berjilbab untuk tidak
menggunjing.
- Atau ada yang mengatakan: “Belum siap mengenakan jilbab”.
Kalau
tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi?
Apa nanti jika sudah pipi keriput dan rambut beruban? Setan dan nafsu
jelek biasa memberikan was-was semacam ini, supaya seseorang
menunda-nunda amalan kebaikan.
Ingatlah …! kita belum tentu tahu
jika besok shubuh kita masih diberi kehidupan. Dan tidak ada seorang pun
yang tahu bahwa satu jam lagi, ia masih menghirup nafas. Oleh karena
itu, tidak pantas seseorang menunda-nunda amalan. “Oh nanti saja, nanti
saja”.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu memberi nasehat yang amat bagus :
“Jika
engkau berada di waktu sore, janganlah menunggu-nunggu waktu pagi. Jika
engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu-nunggu waktu sore.
Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. Manfaatkan pula
masa hidupmu sebelum datang kematianmu” .
Jika tidak sekarang
ini, mengapa mesti menunda berhijab besok dan besok lagi. Semoga hal
ini menjadikan renungan, dan mudah-mudahan artikel kita kali ini
bermanfa’at.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
(sumber - hasmi).