I Luv U karena Allah, Saudariku
Seandainya boleh memilih, ketika ancaman kematian sudah di depan
mata, Anda ingin menghadapinya bersama siapa? Sudah pasti dengan orang
yang paling dekat di hati Anda. Suami, ibu, ayah, anak, adik, kakak,
abang, sahabat…. Salah satu orang yang terdekat itu bisa jadi adalah
saudari Anda. Saudari sedarah. Saudari seiman. KCSU Team kali ini
mengajak Anda membincangkan sisterhood – persaudaraan Muslimah.
Santi Soekanto, pemimpin redaksi Majalah Aulia,
mengalaminya beberapa tahun lalu (31 Mei 2010). Di detik-detik menjelang kapal
kemanusiaan Mavi Marmara yang ia tumpangi bersama suaminya menuju Gaza,
akan diserang dan dibajak oleh tentara Zionis Israel, ia terpisah dari
suaminya.
Menurut penuturannya sendiri, waktu itu ia tidak panik. Salah satunya
karena ia merasa sedang bersama 600-an orang saudaranya sendiri para
relawan dari berbagai negara.
Seorang gadis Turki berusia 20-an, bernama Beyza, menarik tangannya
dan mengajaknya duduk berlutut di dek kabin berhadap-hadapan. Dengan
bahasa Arab gadis itu memintanya untuk berdoa bersama menghadapi
kemungkinan terburuk. Beyza tidak minta didoakan supaya selamat dari
serangan Zionis Israel. Gadis itu minta Santi mendoakannya agar mati
syahid di jalan Allah pagi hari itu di tengah laut Mediterania….
Santi merasakan sejuknya persaudaraan yang tulus menyelusup di relung
qalbunya. Mereka berdua, bersama sekitar 120-an perempuan di kapal
kemanusiaan itu, berkumpul dan berlayar meninggalkan tanah airnya
masing-masing bukan mau berbisnis mengejar keuntungan atau mendapatkan
ketenaran selebriti. Mereka merengkuh sekuat tenaga keikhlasan mencari
ridha Allah saja.
“Kami bersaudara di detik-detik menyambut ancaman kematian…” kenang
Santi. Sebuah persaudaraan yang tak tergoyahkan oleh granat, peluru, gas
air mata, bayonet, dan borgol serdadu angkara yang dengan penuh nafsu
menyerang kapal Mavi Marmara dan lima kapal lainnya di subuh buta itu.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam, mengibaratkan
persaudaraan seperti itu dengan kalimat yang mantap, “Seorang mu’min
terhadap mu’min (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling
menguatkan.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Di dalam Islam, persaudaraan karena iman sangat vital. Disebut
Ukhuwwah Islamiyah, yang makna lengkapnya adalah “Persaudaraan karena
Islam, di dalam Islam, dan dengan cara-cara sesuai tuntunan Islam.”
Salah satu ciri seorang Muslim, ialah mengikuti perintah dan anjuran
Allah dan Rasul-Nya untuk memperkuat ikatan persaudaraan sesama Muslim.
Sebaliknya, setiap Muslim juga akan sekuat tenaga untuk menjaga jangan
sampai tindakan atau kata-katanya akan memutuskan persaudaraannya dengan
Muslim atau Muslimah yang lain.
Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam, Abdullah bin Abi
Aufa radhiyallahu ‘anhu mengisahkan kejadian penting tentang hal ini.
Suatu sore pada hari Arafah, ketika beliau duduk bersama sahabat lain
mengelilingi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam, tiba-tiba beliau
bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturrahim,
silakan berdiri, jangan duduk bersama kami.” Dan ketika itu, di antara
yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itu pun duduk di kejauhan.
Kemudian lelaki itu pergi dalam waktu yang tidak lama, setelah itu ia
pun datang dan duduk kembali.
Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam pun bertanya
kepadanya, “Di antara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian
kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi?”
Lelaki itu menjawab, “Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera
menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturrahim dengan saya. Karena
kedatangan saya tersebut, ia berkata, ‘Untuk apa kamu datang, tidak
seperti biasanya kamu datang kemari.’ Lalu saya menyampaikan apa yang
telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan
saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang
lagi ke sini).”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam pun bersabda kepadanya,
“Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak
akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang
memutuskan silaturrahim.”
Persaudaraan Islam adalah kekuatan Islam. Hati dengan hati. Perasaan
dengan perasaan. Cinta dengan cinta. Adalah batu bata yang
bertumpuk-tumpuk membentuk bangunan ummat Islam yang kokoh, saling
melengkapi dan menguatkan.
Kalau ada saudaranya yang memiliki kekurangan, saudaranya yang lain
melengkapi dan menyempurnakan. Bukan mencela dan mencaci, atau bahkan
memutuskan persaudaraan di antara mereka. Kalau ada saudara Muslim yang
mengalami sakit maka saudaranya merasakan juga penderitaannya, dan
menolongnya dengan sungguh-sungguh.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam memberikan ibarat lain tentang
kokohnya bangunan persaudaraan antarsesama Muslim dan mu’min,
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi,
dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya
merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan
merasakan demam.” (Hadits riwayat Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam juga merangkum kebaikan
ukhuwwah itu, “Tidak ada satu kebaikan pun yang pahalanya lebih cepat
diperoleh daripada silaturrahim, dan tidak ada satu dosa pun yang
adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, di samping akan diperoleh di
akhirat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturrahim.”
Asisten pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
sallam, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizqinya dan dilamakan bekas
telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali
silaturrahim.” (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah ditanya seorang
sahabatnya, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat
memasukkan aku ke surga.”
Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturrahim.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturrahim.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Silaturrahim atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “Tali
Kasih Sayang” adalah wujud adanya tali persaudaraan yang lebih mahal dan
kokoh daripada tali persaudaraan darah semata-mata.
Seharusnya, di belahan bumi manapun, tidak ada satu pun hubungan
cinta antara ibu dan anak, atau ayah dan anak, atau kakak dan adik, atau
suami dan istri, atau mertua dan menantu yang bisa menandingi hebat dan
kokohnya hubungan antara dua orang yang sama-sama beriman kepada Allah,
kepada para malaikat, kepada Al-Quran, kepada para Nabi dan Rasulullah,
kepada Hari Kiamat, dan kepada Taqdir (ketetapan) Allah.
Allah sendiri yang menetapkan rumus ini, “Sesungguhnya orang-orang
beriman (mu’minin) itu bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
(Al-Quran surah Al-Hujurat: 49 ayat 10)
Hari ini saat terbaik merestorasi cinta kita kepada saudari-saudari
kita sesama Muslimah dan mu’minah. Pandanglah mereka dengan tatapan iman
dan Islam yang jernih. Lalu katakan dengan penuh kasih sayang,
“Saudariku, aku mencintaimu karena Allah… Ya Ukhti, Uhibbuki fillaah…”
Lalu mintalah kepada Allah agar hari-harimu berikutnya adalah
keasyikan mewujudkan cinta-cinta itu. Inilah sebuah cinta yang tak akan
mengecewakan selama-lamanya. Cinta yang tidak mengharap balasan dari
siapapun kecuali dari Sang Mahacinta, Allah. Hasilnya akan kita petik
terus-menerus di dunia, dan panennya akan kita rengkuh besar-besaran di
akhirat.*
Best Sister,
Best Treatment
(kcsu team)
Best Treatment
(kcsu team)