Dahsyatnya Metode Repetitive (Mengulang) untuk Mendidik Anak Shalih
SIANG sudah
beranjak petang. Namun, cahaya matahari masih terasa panas dan
menyilaukan. Inilah saat-saat di mana teriakan itu kembali terdengar,
“Lontong-tahu, peyek, telor asin!” Terdengar setiap hari,
menyapa telinga warga komplek terutama ibu-ibu yang keluar rumah
mengawasi anak-anak kecilnya yang bermain di luar rumah.
Suatu hari teriakan itu kembali terdengar lantang, “Lontong-tahu, peyek, telor asin!” Seorang ibu muda tergopoh-gopoh menghampiri, “Bang, ada telor asin?” Abang pemilik suara itu pun dengan wajah menyesal menjawab, “Wah, nggak ada Bu. Telor asinnya lagi kosong.” Si Ibu pun menatap si Abang penjual tahu dengan heran, “Lha, tadi teriak lontong-tahu, peyek, telor asin. Kok telor-nya nggak ada?” dumelnya sambil berlalu masuk ke kerumah.
Hari
berikutnya seorang ibu lain menghampiri si Abang penjual lontong-tahu
tersebut. Sesaat setelah teriakannya menyapa telinga, “Lontong-tahu,
peyek, telor asin!” Ibu tersebut bertanya, “Bang, ada telor asinnya nggak?” Kali ini si Abang menjawab, “Telor asin lagi susah, Bu!” Kini, si Ibu lebih galak, memprotes si Abang, “Nggak ada telor asinnya kok teriak telor asin!” Si Abang pun hanya senyum mesam-mesem.
...Allah SWT mendidik kita dengan metode repetitive melalui shalat lima waktu agar membuktikan ketaatan dan memahami makna kehidupan...
Entah berteriak tiga serangkai “lontong-tahu, peyek, telor
asin” merupakan satu kesatuan bunyi yang telah dihapal oleh si Abang
atau memang si Abang kadung lupa bahwa salah satu barang yang
ditawarkannya ternyata tak ada. Yang jelas teriakan si Abang hari-hari
berikutnya tetap sama. Mengulang teriakan yang sama, menyapa telinga
dengan bunyi dan intonasi yang sama, informasi yang disampaikannya pun
selalu berulang, “Lontong-tahu, peyek, telor asin!”
Menarik
sekali memperhatikan polah si penjual lontong-tahu di atas. Sesuatu yang
diulangnya entah berapa ribu kali sepanjang sejarah profesinya sebagai
penjual lontong-tahu, telah membuatnya fasih mengucapkan rangkaian kata
tersebut. Tanpa harus membuatnya berpikir-ulang tentang kebenarannya.
Hal ini sejatinya sangat bermanfaat dalam metode pembelajaran anak-anak kita.
Kekuatan Repetitive (Pengulangan)
Repetitive
atau pengulangan memang sebuah metode yang dikenal dalam dunia
pembelajaran. Seorang guru kerap meminta murid-muridnya untuk mengulang
kembali pelajaran yang telah diberikan ketika belajar kembali di rumah.
Tujuannya agar pelajaran yang telah diterima melekat dalam ingatan.
Setiap karyawan pabrik terutama pabrik-pabrik milik Jepang, senantiasa mengikuti apel pagi dengan mengulang core value
perusahaan. Tujuannya tak lain untuk membuat karyawan menghayati
nilai-nilai utama tersebut dan mengaplikasikannya. Lebih jauh, Allah SWT
pun mendidik kita dengan metode repetitive ini melalui shalat.
Shalat yang wajib didirikan lima waktu sehari agar setiap Muslim
membuktikan ketaatan dan mudah memahami makna kehidupan.
Dokter Oz yang sering menjadi partner Oprah Winfrey dalam talk show-nya
mengatakan, menyampaikan imbauan pada anak untuk melakukan sesuatu
sebanyak sepuluh kali baru merupakan pemanasan. Dengan demikian,
sebagai orangtua tentu sudah merupakan sebuah kewajiban bagi kita untuk
ikhlas dan bersabar menemani buah hati untuk belajar dan
mengulanginya.
...Pengulangan ini membuat anak menerima dan menancapkan keimanan dalam hatinya tanpa sibuk mempertanyakan kembali kebenarannya...
Keikhlasan
dan kesabaran orangtua dalam membimbing anak mengulangi pengetahuan
yang diperolehnya akan sangat bermanfaat untuk membuat anak merasa
mendapatkan dukungan dan penguatan. Dengan demikian, menanamkan
keyakinan akan tauhid dan kebenaran Islam pun akan menjadi lebih mudah.
Karena,
sebagaimana kecenderungan anak yang mempercayai penuh apa yang dikatakan
oleh orang-orang di sekelilingnya, maka semakin banyak orang yang
mengulang-ulang kebenaran tersebut, akan membuatnya semakin yakin bahwa
ia berada di jalan yang seharusnya. Pengulangan dan dukungan ini
nantinya pun akan membuat anak menerima dan menancapkan keimanan dalam
hatinya tanpa sibuk mempertanyakan kembali kebenarannya.
Allah berfirman, “Sungguh,
Robbmu, Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Mengetahui. Dan, sungguh, Kami
telah memberikan kepadamu tujuh (ayat) yang (dibaca) berulang-ulang dan
Al-Quran yang agung” (Qs. Al-Hijr 87).
Tujuh
ayat yang dimaksud oleh ayat di atas, oleh sebagian ulama diartikan
dengan surat Al-Fatihah yang dibaca seorang Muslim berulang-ulang
sebanyak 17 kali dalam sehari. Hal ini tentu merupakan metode
pembelajaran dari Allah SWT agar hamba-Nya memahami hakikat sejati
kehidupan. Sebagai ciptaan yang tak dapat berlepas diri dari kehendak
dan pertolongan-Nya. Sebagai abdi yang seharusnya selalu memohon agar
kebersamaan dengan Allah SWT dalam bentuk ketaatan, senantiasa
dikaruniakan-Nya, agar Sang Pencipta berkenan menghindarkannya dari
kejahatan dirinya sendiri maupun mahluk lain. Sehingga kelak ia akan
pulang dalam kehidupan surga yang abadi.
...Metode pengulangan yang diajarkan Allah ini seharusnya kita wariskan pada buah hati kita agar ia mengetahui dengan pasti ke mana ia harus melangkah...
Arah dan
tujuan hidup inilah yang selalu diingatkan berulang kali oleh Allah
pada kita, sebagai hamba, agar selalu ingat dan meluruskan langkah.
Pengulangan yang diajarkan Allah SWT ini pula yang seharusnya kita
wariskan pada buah hati kita. Agar ia pun mengetahui dengan pasti ke
mana ia harus melangkah, apa yang harus digunakannya saat tersesat agar
dapat kembali, dan apa yang mesti diyakininya tanpa banyak
mempertanyakan.
Semuanya
hanya dapat diperoleh, tak lain, hanya dengan meneguhkan ketaatan dan
keyakinannya. Dengan cara mengulang-ulang dalam benak anak-anak kita
bahwa Allah, hanya Dia sajalah, Rabb yang Mahakuasa, Maha Menyayanginya,
dan tak pernah mengharapkan sesuatu dari hamba-Nya kecuali kebaikan
bagi mereka. [‘Aliya/voa-islam]